Pada operasi
distilasi, terjadinya pemisahan didasarkan pada gejala bahwa bila campuran cair
ada dalam keadaan setimbang dengan uapnya,komposisi uap dan cairan berbeda. Uap
akan mengandung lebih banyak komponen yang lebih mudah menguap, sedangkan
cairan akan mengandung lebih sedikit komponen yang mudah menguap. Bila uap
dipisahkan dari cairan, maka uap tersebut dikondensasikan, selanjutnya akan
didapatkan cairan yang berbeda dari cairan yang pertama, dengan lebih banyak
komponen yang mudah menguap dibandingkan dengan cairan yang tidak teruapkan.
Bila kemudian cairan dari kondensasi uap tersebut diuapkan lagi sebagian,akan
didapatkan uap dengan kadar komponen yang lebih mudah menguap lebih tinggi.
Untuk menunjukkan lebih jelas uraian tersebut,berikut digambarkan secara
skematis:
1.Keadaan
awal
Mula-mula, pada cairan terdapat campuran A dan B, dimana karakteristik dari komponen-komponen tersebut adalah komponen A lebih mudah menguap (volatil) dibanding komponen B.Komposisi dari kedua komponen tersebut dinyatakan dengan fraksi mol.Untuk fase cair komponen A dinyatakan dengan xA, sedangkan komponen B dinyatakan dengan xB.
Mula-mula, pada cairan terdapat campuran A dan B, dimana karakteristik dari komponen-komponen tersebut adalah komponen A lebih mudah menguap (volatil) dibanding komponen B.Komposisi dari kedua komponen tersebut dinyatakan dengan fraksi mol.Untuk fase cair komponen A dinyatakan dengan xA, sedangkan komponen B dinyatakan dengan xB.
2. Campuran
diuapkan sebagian, uap dan cairannya dibiarkan dalam keadaan setimbang.
3.Uap
dipisahkan dari cairannya dan dikondensasi; maka didapat dua cairan,cairan I
dan cairan II. Cairan I mengandung lebih sedikit komponen A (lebih mudah
menguap) dibandingkan cairan II
Pada kondisi
diatas, dari campuran dua komponen cairan (campuran biner) akan didapat dua
cairan yang relatif murni.Hal ini dapat terlaksana,apabila beda titik didih
dari kedua komponen tersebu relatif besar.Apabila perbedaan titik didih dari
kedua komponen tersebut tidak terlalu jauh,maka perlu dilakukan proses
penyulingan sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4.62.
Pada gambar
4.62 merupakan contoh alat penyuling (distillation) kontinyu (sinambung). Pada
gambar tersebut terlihat pendidih ulang (reboiler) yang mendapat umpan berupa
zat cair secara kontinyu yang merupakan komponen yang akan dipisahkan. Karena
adanya panas yang masuk (pemanasan) pada pendidih-ulang, maka zat cair masuk
akan diubah sebagian menjadi uap, dalam hal ini uap akan kaya dengan komponen
yang volatil (mudah menguap).
Apabila
perbedaan titik didih dari komponen tersebut relatif tinggi, maka uapnya hampir
merupakan komponen murni.Akan tetapi apabila perbedaan titik didih dari
komponen tersebut,tidak terlalu besar,maka uap merupakan campuran dari beberapa
komponen.Kemudian uap campura tersebut dikondensasikan, kemudian zat cair hasil
kondensasi,sebagian dikembalikan kedalam kolom, yang disebut dengan refluks.
Cairan yang
dikembalikan tersebut (refluks) diusahakan agar dapat kontak secara lawan arah
dengan uap, sehingga diharapkan hasil atas (over head) akan meningkat
kemurniannya. Untuk mendapatkan kondisi tersebut (kemurnian
meningkat),diperlukan uap yang banyak agar dapat digunakan sebagai refluks dan
hasil atas. Kondisi tersebut harus diimbangi dengan panas yang masuk pada
reboiler harus besar (ditingkatkan). Hal ini perlu dipertimbangkan, khususnya
dalam rangka penghematan energi.
Dalam
distilasi, fase uap yang terbentuk setelah larutan dipanasi, dibiarkan kontak
dengan fase cairannya sehingga transfer massa terjadi baik dari fase uap ke
fase cair maupun dari fase cair ke fase uap sampai terjadi keseimbangan antara
kedua fase. Setelah keseimbangan tercapai,kedua fase kemudian dipisahkan. Fase
uap setelah dikondensasikan dalam kondensor disebut sebagai distilat sedangkan
sisa cairannya disebut residu.Distilat mengandung lebih banyak komponen yang volatil
(mudah menguap) dan residu mengandung lebih banyak komponen yang kurang
volatil.
0 comments:
Post a Comment